Selasa, 21 Oktober 2008

Modal Terkenal

MODAL terkenal ternyata belum cukup untuk mengantarkan selebritis meraih jabatan kepala daerah. Paling tidak, itulah yang dirasakan presenter dan raja kuis Helmi Yahya serta pedangdut Saipul Jamil. Sebelumnya pelawak yang juga anggota DPR dari Partai Demokrat, Komar, gagal di Pilkada Indramayu. Demikian pula dengan mantan pemain film Marissa Haque yang gagal menjadi wakil gubernur Banten.

Helmi Yahya yang sebenarnya diprediksi berpeluang terpilih akhirnya harus puas memendam keinginannya menjadi wakil gubernur Sumatera Selatan (Sumsel). Hasil penghitungan suara yang dikeluarkan KPU Sumsel menunjukkan pasangan Alex Noerdin- Eddy Yusuf unggul. Sementara Saipul Jamil gagal terpilih menjadi wakil wali kota Serang, Banten. Kalau Helmi kalah tipis, Saipul kalah telak.

Helmi dan Saipul gagal mengikuti jejak kolega mereka, Rano Karno (Wakil Bbupati Tangerang) dan Dede Yusuf (Wakil Gubernur Jabar). Kekalahan Helmi dan Saipul bukan karena mereka kalah kualitas dibanding Rano dan Dede, tetapi lebih karena karakteristik pemilih yang berbeda di setiap daerah.

Kekalahan Helmi dan Saipul ini menunjukkan bahwa pemilih bukan cuma memilih figur terkenal yang gampang diingat. Nama Saipul Jamil memang dielu-elukan ketika disebut petugas penghitungan suara di TPS, tapi hasilnya kalah telak. Helmi Yahya memang bukan sembarang selebritis sebab dia memiliki latar belakang pendidikan yang sangat baik, tetapi itu belum cukup.

Setelah Helmi dan Saipul, masih ada lagi selebritis yang bertarung di pilkada. Mereka adalah bintang sinetron Primus Yustisio di Kabupaten Subang, bintang sinetron Dicky Chandra di Garut, dan pedangdut Ayu Soraya di Tegal.

Kalau ditanya apa modal Dede Yusuf bisa terpilih menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat, jawabnya tentu saja punya visi dan kemampuan memimpin. Selain itu tentu uang sebagai modal melakukan kampanye. Tapi, lebih dari itu latar belakang Dede sebagai aktor yang sering berperan menjadi jagoan membuatnya populer di mata publik, inilah modal utama meraih jabatan.

Sebelum Dede, aktor idola remaja tahun 1970 dan 1980-an Rano Karno sudah lebih dulu terpilih menjadi Wakil Bupati Tangerang. Masih ada aktor Adjie Massaid, Dedy Sutomo, dan pelawak Komar yang menjadi anggota DPR periode 2004-2009. Entah kebetulan atau tidak, mereka yang tampil ke panggung politik ini memang namanya masih populer, tetapi karir di panggung hiburan mulai redup.

Kini, menjelang Pemilu 2009, lebih banyak lagi selebritis yang telah terdaftar menjadi calon legislatif (caleg). Mulai dari Wulan Guritno, Rieke Dyah Pitaloka, Tengku Firmansyah, Adrian Maulana, hingga Steve Immanuel. Inilah realitas yang terjadi dalam kancah perpolitikan kita sekarang. Di saat partai politik citranya memburuk serta ketidakmampuan melahirkan kader yang baik, jalan pintas adalah pilihan, yaitu menyulap selebritis menjadi calon wakil rakyat atau pemerintahan dalam waktu singkat. Jangan heran bila kemudian ada partai yang mendapat sebutan sebagai "Partai Dikelilingi Selebritis" atau "Partai Artis Nasional".

Selebritis adalah warga negara yang memiliki hak asasi politik untuk dipilih dan memilih. Parpol juga berhak untuk memilih calon yang akan didudukkan di DPR atau pemerintahan. Tidak ada yang salah bila parpol menjadikan selebritis menjadi caleg atau calon kepala daerah. Yang salah adalah bila prinsip rekrutmen selebritis itu hanya sekadar untuk menambah perolehan suara dengan menjual popularitas dan hiburan sesaat kepada rakyat.
Memang benar, jika politisi yang ada sekarang citranya sedang merosot, namun menggantinya dengan selebritis yang tidak punya kompetensi menjadi wakil rakyat atau pejabat bukanlah pilihan bijak.

Ada pendapat yang mengatakan, kalaupun selebritis tidak mampu menjalankan tugasnya minimal dia bisa menghibur. Maaf ya, rakyat sekarang tidak butuh dihibur, tetapi disejahterakan. Sebab itu, parpol tidak boleh main-main dalam merekrut calon pejabat atau caleg. Ada baiknya, parpol melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara terbatas bagi caleg atau calon pejabat di hadapan para konstituennya. Dengan adanya uji kelayakan ini minimal calon---termasuk selebritis yang mencalonkan diri---akan mempersiapkan diri dengan baik.

Harus diakui kualitas selebritis masih diragukan untuk tampil di panggung politik. Kehadirannya di politik ibarat film Indonesia. Semakin populer dan semakin banyak diproduksi. Tapi, hampir semuanya cuma membuat bulu kuduk berdiri atau air mata dua remaja yang putus cinta, dangkal tidak bermakna. Jarang ada film seperti Nagabonar atau Denias. Contohnya selebritis yang sekarang menjadi anggota DPR, yang menonjol tetap saja gosip percintaannya.

By the way, nama Ryan belakangan juga populer, ada yang mau rekrut?